education, music, healthy, and history

Selasa, 01 Januari 2019

pacu jalur, sejarah dan kebudayaannya.

Halo semua, pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang Pacu Jalur. Mungkin banyak dari kalian yang masih belum tau mengenai salah satu kebudayaan satu ini. Kebudayaan Pacu jalur Ini berasal dari salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Riau, tepatnya di Kabupaten Kuansing. Kebudayaan Pacu jalur ini di perkiraan sudah ada sejak abad ke - 17, akan tetapi tidak terteutup kemungkinan sudah ada jauh sebelum abad ke - 17. Hal ini dikarenakan adanya kerajaan yang telah ada sejak abad ke - 2 masehi, seperti kerajaan Koto Alang. Bisa saja kemunjulan dari jalur ini sudah ada sejak saat itu, namun dikarenakan kurangnya bukti yang bisa menjadi penguat maka kemunculan dari jalur tersebut masih diragukan.

Menurut sumber sejarah  , jalur sebenarnya merupakan alat transportasi warga pada masa itu. Jalur digunakan oleh masyarakat mulai dari masyarakat yang ada di hulu sampai ke hilir sungai batang Kuantan. Pada saat awal abad ke - 17 ini jalur memang sangat diminati sebagai alat transportasi khususnya jalur air. Untuk alat transportasi jalur darat mungkin tidak terlalu diminati dikarenakan akses dari transportasi darat tersebut. Selain digunakan sebagai alat transportasi, juga digunakan untuk mengangkut hasil bumi seperti pisang, tebu, dan hasil hutan menuju pasar untuk di jual. Selain itu jalur juga menjadi alat transportasi raja- raja pada kala itu. Kapasitas orang yang bisa naik pun cukup banyak, sekitar 30 - 40 orang bahkan bisa lebih tergantung dari panjang jalur tersebut. Jalur sendiri rata - rata memiliki panjang sekitar 25 - 30 meter, terkadang juga bisa mencapai panjang lebih dari 30 meter.  Sebelum menjadi jalur, Kemungkinan pada awalnya cikal bakal dari jalur tersebut berasal dari perahu kenek atau perahu kecil. Perahu ini bermuatan satu orang saja yang digunakan masyarakat untuk pergi kekebun. Pada tahap selanjutnya berkembang lagi menjadi perahu yang berukuran lebih besar yaitu perabu barompek . Perahu ini dinamakan demikian berdasarkan dari jumlah muatannya yang berjumlah 4 orang saja. Perahu ini digunakan untuk menjala ikan, mengangkut hasil ladang, maupun lain sebagainnya. Pada saat itu perahu masih digunakan sebagai sarana transportasi pribadi, belum menjadi sarana transportasi massal. Pada perkembangan selanjutnya barulah muncul yang namanya perahu Tambang. Tambang disini jangan diartikan sebagai barang tambang, tetapi diartikan sebagai ongkos atau biaya. kemunculan dari perahu tambang tersebut mengakibatkan terciptanya sarana transportasi massal pada saat itu. Perahu ini dapat memuat muatan sekitar 8 sampai 15 orang. Perahu ini digunakan untuk berpergian dari satu desa ke desa lain dengan membayar uang jasa seperti pada kebanyakan jasa transportasi pada masa sekarang. Berapa jumlah yang dibayarkan masih belum bisa diketahui, serta seperti apa alat pembayaran masa itu juga masih belum diketahui. Permasalahannya mungkin berasal dari tinggalan arkeologis yang belum ada di temukan. Bisa saja alat pembayaran tersebut berupa hasil hutan atau hasil ladang maupun hasil sungai seperti ikan. Pembayaran menggunakan barang tersebut memang sudah wajar karena diakibatkan oleh sistem Barter. Namun catatan mengenai berapa yang dibayarkan masih belum ada ditemukan.


Pada perkembangan selanjutnya, terciptalah inovasi terhadap perahu tersebut dalam segi ukurannya. Perahu berkembang menjadi ukuran yang lebih besar, lalu disebut sebagi Perahu Godang . Perahu Godang ini berukuran sekitar 15 -20 meter dengan lebar 1 - 1,5 meter.  Perahu yang daya angkutnya mencapai 1 ton ini digunakan untuk mengangkut hasil bumi , hasil ladang, dan lainnya . kemudian, perahu tersebut menjadi cikal bakal terciptanya jalur dengan ukuran yang lebih panjang lagi.tidak diketahui kapan jalur mulai tercipta, namun jalur sudah mulai populer sejak abad ke -19. Jalur ini tidak sama dengan perahu pada umumnya, Dari segi Ukuran, jalur lebih ramping, lebih halus , dan lebih panjang di bandingkan perahu sebelumnya. 


Pembuatan jalur ini sendiri sangat kompleks, mulai dari persiapan tukang jalur ( pembuat jalur), mencari kayu, menarik kayu dari hutan hingga ke desa, sampai dalam pembuatan jalur itu sendiri. Pada umumnya kayu jalur belum dibentuk langsung ketika berada didalam hutan, biasanya hanya di bentuk secara sederhana untuk mempermudah penarikan jalur dari hutan menuju perkampungan. Biasanya kayu yang dicari untuk bahan baku pembuatan jalur itu harus  memenuhi persyaratan kualitas (jenis), ukuran dan lain-lain, terutama bobot magis atau spiritualnya. Jenis kayu yang dipilih adalah kayu banio, kulim kuyiang atau yang lain, harus lurus panjangnya sekitar 25-30 meter, garis te-ngah 1-2 meter dan mempunyai mambang (sejenis makhluk halus). Harus dipertimbangkan agar setelah menjadi jalur dapat mendukung anak pacu 40-80 orang. Dalam acara pemilihan kayu ini peranan pawang sangat penting. Sesudah pilihan ditentukan dibuatlah upacara semah agar kayu itu tidak "hilang" secara gaib. Biasanya sebelum dilakukan penebangan, pawang melakukan ritual dahulu demi kelancaran proses penebangan kayu agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. setelah kayu ditebang barulah kayu dibentuk . setelah selesai maka pihak desa akan mengumumkan keseluruh masyarakat desa untuk bersama-sama kehutan untuk menaruk katu jalur. Para ibu-ibu yang hadir biasanya membawa makanan yang akan dimakan bersama setelah jalur berhasil ditarik. menarik kayu dari dalam hutan dilakukan secara beramai ramai dengan menggunakan tali rotan ataupun tambang.


    tukang jalur yang berada di hutan 
                                                 (sumber :http://ipjks.com/berita/59-kayu-jalur-telah-mendapat-izin-penebangan-untuk-             pembuatan-jalur-baru-tahun-2018/)

proses selanjutnya kayu yang telah berhasil dibawa ke perkampungan akan di letakkan disuatu tempat dulu sebelum dilakukan upacara mebakar jalur. Jalur sebenarnya tidak dibakar melainkan diasapi lebih tepatnya agar bagian perut kayu melebar. Prosesi ini biasanya dilakukan semalaman dengan beberapa acar budaya lainnya. Pada saat ini banyak menjadi ajang bagi kaula muda dan mudi untuk mencari pacar atau jodoh. Karena pada saat itu seluruh masyarakat hadir dalam upacar tersebut, sehingga mudah untuk berkenalan dan mencari pasangan. Jalur yang telah jadi di beri penamaan, penamaan ini sesuai dari kesepakatan warga, peristiwa tertentu, serta pemberian nama dari pawang berdasarkan sesuatu hal. 


Pelayuran jalur 
(sumber : https://senuju.com/kuantansingingi/news/detail/7055-bupati-kuansing--jangan-percaya-mantera--berwudhu-dan-berdoa-sebelum-ke-jalur.html)

Tari persembahan dalam acar pelayuran jalur
(sumber: https://mardhyaaulia.wordpress.com/2016/06/09/sejarah-pacu-jalur-dan-proses-pembuatan-perahu/)

Jalur yang telah jadi di beri hiasan dan perwarnaan, dibagian belakang jalur diberi lambai-lambai yang berguna sebagai tempat pegangan tukang onjai ( juru kemudi) berdiri. Hiasan pada bagian pinggiran badan jalur bermotif suluran, geometris, ombak, burung, dan lainnya.

Modern ini pun kebudayaan masih berlanjut, biasanya pacu jalur dilaksanakan mulai dari bulan juli hingga puncaknya sekitar bulan agustus yang bertepatan dengan hari kemerdekaan RI. Biasanya kisaran tanggal 20 agustus sampai 24 agustus, sekitar 4 hari. Kadang bisa saja di perlambat lagi ataupun dipercepat tergantung kondisi dan Kapan Bulan Ramadhan mulai. Untuk saat ini pacu jalur sudah masuk kedalam event berskala Nasional, serta beberapa waktu yang lalu ada beberapa yang berpartisipasi dalam mengikuti kegiatan ini . 

Event Pacu Jalur
(sumber: https://travel.kompas.com/read/2017/08/25/201800127/festival-pacu-jalur-ini-cuma-ada-di-kuantan-singingi-riau)










Sumber :
 Hasbullah, DKK. Unsur-unsur magis dalam  Tradisi Pacu jalur : perspektif Antologi agama. Pekanbaru: Jurnal sosial budaya. Vol. 13. No. 1:25-44.
Suwadi, MS. 1984/1985. Pacu Jalur dan Upacara Pelengkapnya. Jakarta: Proyek Media Kebudayaan Jakarta, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 
http://wartasejarah.blogspot.com/2016/06/sejarah-pacu-jalur-dari-kabupaten.html (diakses tanggal 1/2/2019 pukul 13:42 WIB)